Friday, February 6, 2009

Perlu Langkah Cepat dan Terarah

Oleh: Bambang Prijambodo
Sumber: Kompas, 6 Februari 2009

Krisis keuangan global berpengaruh pada ekonomi di dalam negeri. Pada triwulan III-2008, kegiatan ekonomi masih berjalan baik. Ekonomi tumbuh 6,1 persen (year on year) dengan sumber pertumbuhan yang terjaga. Pada bulan Oktober 2008, kredit perbankan masih bertambah Rp 49,9 triliun (month to month) atau meningkat 38,6 persen (year on year).

Tingginya permintaan domestik mengakibatkan terjadinya defisit pada neraca transaksi berjalan triwulan II dan III-2008 yang ditutup oleh surplus neraca modal dan finansial. Dalam tiga triwulan pertama tahun 2008, neraca transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial mencatat surplus sebesar 0,8 miliar dollar AS dan 1,5 miliar dollar AS.

Konsolidasi keuangan global pasca-ambruknya Lehman Brothers menekan nilai tukar mata uang dan cadangan devisa berbagai negara, termasuk Indonesia.

Rupiah melemah 7,6 persen dan 16,5 persen pada bulan Oktober dan November 2008 (month-to-month/m-t-m). Cadangan devisa akhir November 2008 turun menjadi 50,2 miliar dollar AS atau berkurang 10,4 miliar dollar AS dibandingkan akhir Juli 2008. Gejolak keuangan global, yang tecermin dari pergerakan indeks saham global, yang mulai agak tenang dari tingkat terendah (20 November 2008) serta kebijakan suku bunga AS yang sangat progresif, mengurangi tekanan dollar terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah.

Sejak Oktober 2008, terdapat indikasi sumber pertumbuhan ekonomi mulai melemah. Ekspor nonmigas pada Oktober 2008 turun 8,9 persen (m-t-m). Permintaan komoditas ekspor yang berkurang mendorong dunia usaha untuk mengurangi produksi, yang pada gilirannya berdampak pada kebutuhan tenaga kerja.

Ekspektasi perlambatan ekonomi juga tecermin dari kehati-hatian pengeluaran masyarakat, terutama untuk barang yang tahan lama. Sejak September 2008, tingkat penjualan mobil, sepeda motor, dan eceran dalam kecenderungan menurun secara wajar. Kepercayaan konsumen masih terjaga dengan indeks kepercayaan konsumen yang positif.

Faktor penentu

Prospek ekonomi tahun 2009 ditentukan oleh empat hal, yaitu perkembangan gejolak keuangan global; perlambatan ekonomi dunia, countercyclical policy, terutama fiskal yang dilakukan oleh negara-negara maju dan China; serta langkah antisipasi untuk menjaga kepercayaan di dalam negeri.

Sampai Desember 2008, gejolak keuangan global yang tecermin dari indeks saham global tidak lagi dalam kecenderungan ke bawah. Namun, masih berfluktuasi pada tingkat yang rendah. Kebijakan suku bunga AS, Eropa, dan Jepang yang sangat progresif mengindikasikan belum adanya ketenangan yang memadai di sektor keuangan global.

Ekonomi di kawasan Amerika Utara dan Eropa yang sebagian sudah mengalami resesi sebelum memasuki tahun 2009 diperkirakan masih menurun dan memperlambat ekonomi Asia. Sampai triwulan III-2008, hampir semua sumber pertumbuhan ekonomi AS turun dan melemah, kecuali pengeluaran pemerintah.

Stimulus fiskal yang diberikan berupa rabat pajak (tax rebates) tidak mampu menahan penurunan daya beli rakyat AS. Pergerakan sumber pertumbuhan ekonomi Jepang dan negara-negara maju di Eropa menunjukkan tekanan yang relatif sama.

Penurunan ekonomi yang tajam mendorong ditempuhnya langkah countercyclical fiscal oleh negara maju. AS merencanakan stimulus sebesar 500-600 miliar dollar AS dan kemungkinan akan terus bertambah menyusul Eropa, Jepang, dan China. Total stimulus semua negara yang disiapkan tahun 2009 diperkirakan sekitar 1,5 persen dari produk domestik bruto dunia.

Belum dapat dipastikan seberapa cepat stimulus fiskal ini akan membalikkan penurunan ekonomi global. Efektivitas stimulus fiskal akan ditentukan oleh perkembangan gejolak keuangan global dan arah stimulus fiskal.

Apabila gejolak keuangan global belum memasuki fase ketenangan dan arah stimulus fiskal tidak tepat, dampak stimulus fiskal akan terserap oleh ketidakpastian, baik pada sisi pendapatan maupun kepercayaan terhadap perekonomian.

Countercyclical fiscal policy juga bersifat menggerakkan permintaan domestik terlebih dahulu sebelum berpengaruh pada ekonomi global. Dengan siklus fiskal di banyak negara yang baru ditetapkan pada triwulan I, pembalikan ekonomi global diperkirakan paling cepat terjadi pada paruh kedua atau triwulan IV-2009.

Salah satu risiko resesi global yang segera dirasakan adalah melambatnya penerimaan ekspor yang sejak tahun 2004 menjadi penggerak pertumbuhan. Pada tahun 2001 ketika ekonomi dunia mengalami resesi pendek, penerimaan ekspor nonmigas turun 8,5 persen dan ekonomi nasional hanya tumbuh 3,6 persen. Resesi global tahun 2009 mempunyai tekanan ke bawah yang lebih besar.

Namun, countercyclical policy yang dipersiapkan juga lebih terencana. Dengan peranan ekonomi China dan India yang lebih besar dibandingkan tahun 2001 serta kebutuhan komoditas primernya yang cukup besar, ekspor nonmigas berpotensi tidak tumbuh negatif meskipun peningkatannya marginal. Selanjutnya apabila permintaan domestik dapat dijaga, perekonomian diperkirakan dapat tumbuh sebesar 5,0-5,5 persen.

Dua langkah pokok

Ada dua langkah pokok yang perlu ditempuh untuk mengurangi dampak krisis keuangan dan resesi global.

Pertama, kepercayaan terhadap rupiah tetap dijaga dan ketahanan sektor keuangan ditingkatkan.

Payung hukum bagi penanganan krisis sistemik, kalaupun terdapat materi yang dirasakan kurang, seharusnya tidak ditunda. Penundaan pengesahan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap kegamangan institusi dalam penanganan gejolak yang demikian cepat menyebar.

Kedua, memperkuat permintaan domestik. Kepercayaan terhadap rupiah dan ketahanan sektor keuangan tetap merupakan unsur yang penting. Gejolak yang luar biasa terhadap nilai tukar dan sistem keuangan akan berpengaruh besar terhadap kepercayaan di dalam negeri.

Terdapat pandangan yang beragam mengenai sikap kebijakan fiskal untuk menjaga permintaan domestik. Peningkatan defisit untuk urgensi apa pun hendaknya benar-benar mempunyai arah yang tepat, yaitu meningkatkan kemampuan membayar (digunakan untuk kegiatan pembangunan yang memberi dampak bagi masyarakat luas) serta dalam batas kemampuan membayar (risiko pembiayaan defisit saat ini dan ke depan).

Kondisi institusi yang kurang memadai untuk menjabarkan ekspansi fiskal yang tepat dan cepat hanya akan mendorong belanja pada pengeluaran yang kurang memberi dampak multiplier besar.

Yang lebih penting adalah meningkatkan efektivitas belanja dengan mempercepat penyerapan anggaran serta realokasi belanja yang kurang penting kepada belanja yang memberi multiplier besar. Percepatan penyerapan sejak awal tahun merupakan potential demand yang berarti pada saat ekspor menurun pada semester I-2009. Ini akan membantu menciptakan lapangan kerja pada proyek yang dibangun oleh pemerintah dan sekaligus mengurangi tekanan pemutusan hubungan kerja oleh dunia usaha.

Perhatian juga perlu diberikan untuk mendorong daerah, terutama daerah-daerah yang merupakan kantong pengangguran dan kemiskinan, untuk mempercepat belanja daerah serta meningkatkan fokus kebijakan nonbudget dalam meningkatkan peranan masyarakat.

Penulis adalah Direktur Perencanaan Makro, Bappenas

No comments:

Post a Comment