Monday, February 2, 2009

Kebijakan Sektor Kehutanan yang Menzalimi Rakyat Indonesia

Oleh: Marzuki Usman
Sumber: Sinar Harapan, 2 Februari 2009

Buku The Federalist memuat diskusi antara tiga Bapak Bangsa Amerika Serikat, yakni Alexander Hamilton, John Adam, dan John Jays sebelum bersepakat mendirikan negara federal Amerika Serikat pada tahun 1776.

Pertanyaan yang diajukan dalam diskusi tersebut, di antaranya, ”What do we want (Apa yang ingin kita capai)?” Mereka menjawab, kita ingin mencapai kebahagiaan atau happiness. Mereka sepakat bahwa tidak mungkin bisa bahagia jika kita tidak merdeka (liberty). Kesepakatan lainnya, tidak mungkin merdeka bila tidak memiliki pemerintahan sendiri (self government).


Lebih jauh, mereka juga bersepakat bahwa tidak mungkin memiliki pemerintahan sendiri jika kita tidak memiliki konstitusi (constitution). Pada akhirnya, mereka kemudian bersepakat bahwa tidak mungkin kita memiliki konstitusi, undang-undang dan peraturan yang baik jika tidak dimulai dengan akhlak (moral) yang baik.


Jika belajar dari pengalaman bangsa Amerika Serikat dalam mendirikan suatu negara, membuat konstitusi dan undang-undang serta peraturan dari akhlak (moral) yang baik. Artinya konstitusi, dan undang-undang serta peraturan yang dibuat haruslah dimulai dengan moral yang baik dan selalu berpihak kepada usaha-usaha untuk mencerdaskan dan memperkaya rakyat. Jadi, tidak dibuat untuk menzalimi dan menyengsarakan rakyat.


Lantas, bagaimana yang terjadi di sektor kehutanan Indonesia? Seperti diketahui, Undang-Undang tentang Penataan dan Pengaturan Hutan bisa dikata sangat menzalimi rakyat karena Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya diberikan kepada para pengusaha. Alasan pemerintah, yang bisa mendapatkan hak tersebut adalah badan usaha, yang sudah tentu jika diserahkan kepada rakyat, mereka tentu tidak sanggup memenuhi keharusan membentuk badan usaha.


Penulis kemudian memberikan contoh mengenai Izin Area HPH yang diberikan undang-undang kepada pengusaha A seluas 100.000 hektare. Apa artinya pemberian izin itu? Pertama, dengan izin tersebut berarti pengusaha mempunyai hak menguasai hutan hingga 35 tahun.


Dengan hak penguasaan itu, rakyat sekitar hutan tidak boleh masuk ke areal HPH untuk mengambil rotan, damar, madu, dan hasil hutan lainnya. Jika memaksakan diri, akan dituduh melakukan pencurian atau merusak milik negara?


Bayangkan saja! Sudah pernah ada seorang pengusaha di Indonesia ini diberi HPH seluas 5,5 juta hektare, yakni hampir separuh luas Pulau Jawa. Ini sangat aneh dan hanya terjadi di Indonesia!


Setelah Nabi Sulaiman, barulah terjadi di dalam sejarah umat manusia ada seorang yang diberi hak untuk menguasai hutan tropis seluas 5,5 juta hektare. Hal yang sama, yakni praktik menzalimi rakyat, terjadi juga pada kasus HGU dan HTI.


Di negara yang memihak kepada rakyat, izin HPH diberikan secara khas dan tertentu. Misalnya, kepada pengusaha A diberikan izin untuk menebang pohon mahoni yang diameternya 50 cm ke atas.


Apabila di dalam praktiknya si pengusaha menyimpang dari izin itu, si pengusaha itu pasti diberi hukuman yang setimpal. Menurut rekan saya, Dr Jatna Supriyatna dari Conservation International Indonesia (CII), dalam hal pemberi izin HPH, HGU, dan HTI ini, Indonesia adalah negara yang paling bodoh sebelum negara-negara Afrika? n


Penulis adalah mantan Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).

1 comment:

  1. saya sangat tertarik pada potongan kalimat "tidak mungkin bisa mencapai kebahagiaan atau happiness jika kita tidak merdeka (liberty)...........

    ReplyDelete