Monday, February 2, 2009

Perkembangan Komoditas dan Perbankan Daerah

Oleh: Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo
Sumber: Seputar Indonesia, 2 Februari 2009

PERKEMBANGAN harga-harga komoditas merupakan barometer penting bagi pergerakan ekonomi di luar Jawa.

Pada saat terjadi boomkomoditas tahun lalu, perekonomian di luar Jawa mengalami perkembangan ekonomi yang sangat dinamis sehingga pada akhirnya banyak memengaruhi kegiatan usaha industri di Jawa.

Sebuah perusahaan makanan besar mengalami kenaikan permintaan sangat tinggi dalam hitungan hanya satu tahun. Sementara komposisi penjualan berbagai industri manufaktur, termasuk sepeda motor, mengalami pergeseran di mana penjualan ke luar Jawa mulai mengambil porsi yang semakin lama semakin besar.

Demikian juga dengan kinerja perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, termasuk distributor voucher Telkomsel, Indosat maupun perusahaan telekomunikasi lain juga mengalami pertumbuhan sangat pesat.

Di banyak perusahaan, perkembangan tersebut masih berlanjut sampai dengan akhir 2008 meskipun harga komoditas, terutama sawit dan karet, mengalami penurunan sangat tajam. Dalam perkembangan yang sedemikian, menarik untuk melihat perkembangan dana perbankan di berbagai daerah, terutama dikaitkan dengan perkembangan harga komoditas yang menurun tajam beberapa bulan terakhir tahun 2008.

Data perbankan yang tersedia sampai saat ini adalah sampai dengan bulan November 2008,belum sampai bulan Desember. Namun perkembangan sampai dengan November tersebut sedikit banyak dapat memberikan gambaran dampak penurunan harga komoditas pada pengumpulan dana masyarakat di perbankan. Dana Perbankan yang diperoleh dari Statistik Bank Indonesia menunjukkan kenaikan yang relatif lambat sampai bulan Agustus 2008.

Bahkan untuk bulan Juli dan Agustus,DPK seluruh sistem perbankan justru mengalami penurunan. Dalam keadaan yang sedemikian, DPK perbankan di luar Jawa ternyata masih menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi di semester1 tahun 2008. Bahkan pada semester II sampai dengan bulan November 2008, kenaikan DPK yang dialami perbankan di luar Jawa justru lebih besar lagi.

Pada semester I/2008 DPK perbankan di Jawa mengalami kenaikan sebesar Rp30 triliun, sedangkan kenaikan DPK perbankan di luar Jawa meningkat dengan Rp12 triliun. Sementara itu, pada semester II sampai dengan bulan November, DPK perbankan di Jawa meningkat dengan Rp113 triliun, sedangkan DPK Luar Jawa meningkat sebesar Rp38 triliun.

Perkembangan ini menunjukkan bahwa meskipun harga komoditas mengalami penurunan tajam, peningkatan DPK Luar Jawa pada semester II masih lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan DPK di Jawa dalam kurun waktu yang sama.

Prospek Tahun 2009

Harga CPO yang mengalami puncaknya pada awal 2008 mengalami penurunan yang sangat signifikan sesudahnya. Jika pada bulan Februari 2008 harga CPO berada pada tingkat di atas 4.000 ringgit Malaysia (RM) ternyata harga CPO tersebut menurun menjadi hanya sekitar 1.400 RM di bulan Oktober. Pada saat ini, meskipun masih berfluktuasi, mulai terjadi pergerakan yang sedikit mengarah ke atas.

Harga ekspor itu pun agak terbantu dengan pelemahan nilai rupiah yang cukup signifikan sehingga pada akhirnya harga jual CPO dan juga TBS-nya ikut mengalami kenaikan sejak bulan Oktober 2008 yang lalu. Dengan harga CPO yang ada saat ini di sekitar 1.800 RM atau di sekitar USD500 per tonnya, bagaimanakah sebetulnya gambaran profitabilitas industri tersebut?

Dalam pembicaraan saya dengan beberapa pengusaha kelapa sawit, ternyata biaya produksi CPO relatif masih cukup rendah di Indonesia,yaitu sedikit di bawah USD300 per ton Di beberapa perusahaan yang lain harga pokoknya bahkan sedikit lebih rendah. Harga pokok tersebut sudah mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan setahun yang lalu, terutama karena naiknya upah serta harga pupuk.

Namun,melihat harga jual yang demikian, tingkat keuntungan dari para pengusaha kelapa sawit tersebut masih cukup tinggi meskipun tidak memberikan windfall sebesar awal tahun 2008. Bahkan harga TBS di tingkat petani independen pun juga sudah mengalami peningkatan yang lumayan,dari sekitar Rp400 per kilogram menjadi di atas Rp1.000.

Harga ini memungkinkan para petani memperoleh penghasilan yang memadai. Perkembangan yang sama juga terjadi pada komoditas yang lain seperti karet yang membuat petani tetap mau melakukan kegiatan menoreh getah.Kegiatan tersebut memberikan penghasilan yang memungkinkan membiayai hidup mereka.

Sementara itu, perkembangan harga batubara yang juga merupakan faktor yang cukup dominan dalam perekonomian daerah luar Jawa masih menunjukkan perkembangan menarik. Batu bara yang dihasilkan KPC (bagian dari Bumi Resources) masih dengan harga jual di atas USD70 per ton.

Sementara harga pokoknya mencapai di bawah USD30. Ini berarti perusahaan tersebut mampu menghasilkan keuntungan di atas 100% meskipunhargasahamnya hancurhancuran. Perusahaan tambang besar lain juga masih melaporkan keuntungan meskipun marginnya tidak sebesar KPC. Ini berarti perekonomian daerah di sekitar pertambangan tersebut masih tetap diuntungkan dengan perkembangan harga yang ada.

Dengan melihat perkembangan tersebut, saya tidak terlalu berkecil hati melihat prospek komoditas yang ada. Di bursa berjangka Malaysia, penjualan CPO untuk pengiriman bulan Juni 2009 masih menunjukkan angka yang tetap memberikan keuntungan bagi pengusaha sawit kita.

Demikian juga untuk komoditas karet dan batu bara. Bahkan harga biji besi yang juga ditambang oleh beberapa pengusaha kita menunjukkan tren yang meningkat kembali dan memberikan keuntungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan batu bara. Jika prospeknya demikian, kemampuan daerah untuk mengumpulkan dana perbankan juga tetap diperkirakan meningkat.

Perkembangan ini akan dapat kita verifikasi dalam bulan-bulan mendatang saat laporan tersebut terbit. Dengan perkembangan tersebut, prospek penjualan produk industri yang umumnya berkutat di Jawa rasanya masih akan terus berkembang. Untuk produk yang menjadi bahan pokok kehidupan masyarakat, perkembangan demografi dan tingkat kesejahteraan yang dimiliki masyarakat saat ini masih memungkinkan akan terjadinya pertumbuhan.

Ini berarti produk dari perusahaan seperti Indofood, ABC, Unilever, dan sebagainya masih memiliki prospek di tengah krisis global saat ini. Untuk produsen barang yang bisa ditunda seperti automotif dan peralatan rumah tangga besar (durable goods), pada akhirnya perkembangan mereka sangat tergantung dari upaya-upaya yang dilakukan untuk mengangkat penjualan. Dalam kaitan inilah perbankan serta lembaga keuangan lain memiliki peran yang sangat diharapkan oleh berbagai industri tersebut jika kita ingin melihat tetap berkembangnya industri manufaktur.(*)

Penulis adalah Pengamat Ekonomi

No comments:

Post a Comment