Wednesday, February 18, 2009

Penguatan Sinergi Ekonomi Lokal

Oleh: Mukhaer Pakkanna
Sumber: Koran Jakarta, 18 Februari 2009

Bank Dunia, pada awal 2009, menyampaikan laporan menarik yang berjudul World Development Report (WDR) 2009: Reshaping Economic Geography. Kendati laporan ini memuat perkembangan ekonomi negara-negara berkembang di berbagai belahan dunia, dalam konteks ekonomi Indonesia, ada dua hal penting yang perlu dicermati, yakni sebagai berikut.

Pertama, pasar pasti menyukai suatu tempat lebih daripada tempat lain. Memerangi terjadinya konsentrasi di suatu tempat sama dengan memerangi kemakmuran. Pemerintah perlu memfasilitasi konsentrasi produksi geografis, tetapi juga membuat kebijakan penyediaan kebutuhan dasar yang lebih universal, misalnya jalan, keamanan, sekolah, dan sanitasi.

Kedua, pemerintah tidak perlu khawatir dengan urbanisasi pesat yang terlihat di kota-kota besar seperti Jakarta karena hal itu menunjukkan terjadinya kemajuan dalam pembangunan. Kuncinya, mengurangi aspek-aspek negatif dari urbanisasi, seperti kemacetan, kejahatan, dan polusi. Karena itu, urbanisasi harus dikelola dengan baik.

Mencermati Laporan WDR mengingatkan pada Simon Kuznets tentang teori “U Terbalik”. Menurut Kuznets, dalam jangka panjang, kegiatan ekonomi mampu mereduksi disparitas pendapatan. Artinya, kesenjangan pendapatan di awal pembangunan menjadi niscaya, termasuk kesenjangan antara kota dan desa serta antara kaya dan miskin. Laporan WDR yang beraroma neoliberalisme itu mengisyaratkan urbanisasi melalui migrasi masif penduduk desa ke kota adalah hal lumrah jika negara berkembang ingin lebih maju, sebagaimana laiknya Korsel dan Jepang yang dijadikan benchmarking Laporan WDR.

Problem Urbanisasi

Justifikasi urbanisasi tidak sekadar dibidik dalam konteks migrasi dan mobilitas penduduk desa ke kota, tapi ia harus dibidik dalam dinamika penduduk di kawasan perkotaan. Kepadatan penduduk perkotaan bisa dilihat dalam dinamika ekonomi, sosial, dan budaya. Menurut Prijono (2001), konsentrasi penduduk memiliki korelasi positif terhadap aktivitas ekonomi. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk tinggi serta memiliki sarana dan prasarana lengkap.

Data berbicara, suatu negara atau daerah dengan tingkat perekonomian lebih tinggi juga memiliki tingkat urbanisasi lebih tinggi. Begitu pun sebaliknya. Negara-negara industri pada umumnya memiliki tingkat urbanisasi di atas 75 persen. Bandingkan dengan negara berkembang yang tingkat urbanisasinya masih sekitar 35–40 persen.

Konsentrasi penduduk juga memiliki korelasi positif terhadap persoalan sosial dan budaya. Meningkatnya angka kriminalitas dan patologis sosial diyakini karena kepadatan penduduk yang tidak diiringi perluasan akses terhadap sumber-sumber sosial-ekonomi formal. Dengan demikian, yang terjadi adalah aktivitas informalisasi sosial-ekonomi yang muaranya melahirkan underground economy.

Kerap kali problem underground ini diiringi dengan gejala urban deprivation (DT Herbert, 1975). Gejala ini ditandai dengan penurunan tingkat kualitas penduduk perkotaan diiringi peningkatan pesat sektor informal, memburuknya kualitas kondisi ekonomi dan infrastruktur, serta fungsi public services terdegradasi. Lebih jauh dari itu, eskalasi tingkat kesenjangan sosial terus menganga lebar, yang diikuti tingkat konsumsi memburuk dan kualitas manusia terpuruk. Problem urban deprivation ini semakin sulit ditangani tatkala limpahan krisis ekonomi global terus melahirkan angka pengangguran dan kemiskinan baru perkotaan.

Dinamika ekonomi perkotaan dengan pola urbanisasi setidaknya hanya mampu memompa disparitas ekonomi. Tidak mengherankan jika kemiskinan akut justru terjadi di sekitar wilayah perkotaan, yang besar kemungkinan mereka adalah produk dari migrasi penduduk desa ke kota. Mereka inilah yang memenuhi sektor jasa informal, seperti pedagang kaki lima, pembantu rumah tangga, tukang bangunan, ojek, dan buruh rendahan.

Sinergi Ekonomi

Mengikuti alur berpikir Laporan WDR meniscayakan pembangunan ekonomi lokal/desa menjadi tersendat. Para pengambil kebijakan jelas akan mengikuti pola penguatan ekonomi urban dengan meninimalisasi efeknya berupa pengadaan infrastruktur dan kelembagaan ekonomi kota. Pola ini hanya menempatkan ekonomi lokal sebagai penyuplai sumber daya potensial ketimbang menguatkan keterkaitan ekonomi lokal-kota yang saling bersinergis.

Pola ini jelas kontradiktif dengan sprit otonomi daerah yang lebih memprioritaskan penguatan ekonomi lokal. Padahal dalam spirit itu seyogianya setiap daerah otonom dirancang untuk dijadikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan basis pengembangan ekonomi lokal. Dengan demikian, karakteristik dan keunggulan khas masing-masing daerah akan tampak. Hal ini sangat penting dalam membangun struktur ekonomi nasional di tengah badai krisis ekonomi.
Dalam pengembangan ekonomi lokal, yang dibutuhkan adalah membangun dialog, kolaborasi, atau kemitraan para pihak yang meliputi pemerintah daerah, para pengusaha, dan organisasi-organisasi masyarakat lokal (Ellwein et al, 2006). Tentu bertujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi dan berkelanjutan serta kesempatan kerja penuh melalui meningkatnya kegiatan investasi di daerah.

Pengembangan ekonomi lokal tidak semata menekankan pada aspek ekonomi, tetapi lebih pada pendekataan partnership, baik pemerintah, pengusaha, dan organisasi masyarakat lokal. Oleh karena itu, seluruh pelaku pembangunan harus terlibat dalam proses diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan dalam kerangka pengembangan ekonomi lokal (Afifi, 2008). Lebih dari itu, diperlukan pula linkages antara aspek produksi dan pemasaran produk unggulan lokal serta linkages antara ekonomi perkotaan dan perdesaan sehingga terjalin kesinambungan kegiatan ekonomi antara hulu-hilir. Mozaik ekonomi Indonesia ke depan tidak lagi mendasarkan pada pola bias urban ala WDR, tapi pola sinergitas yang saling menopang.

Penulis adalah Peneliti Ekonomi-Politik Center for Information and Development Studies (CIDES), Dosen Negeri ditempatkan di STIE Ahmad Dahlan Jakarta

No comments:

Post a Comment