Friday, February 20, 2009

Pentingnya Stimulus Infrastuktur

Oleh: Pande Radja Silalahi
Sumber: Jurnal Nasional, 20 Februari 2009

Pemerintah dan DPR pada tingkat pertama perlu menyamakan pemahaman atas pengertian stimulus ekonomi yang masih berbeda.

Belum lama berselang, pemerintah melalui Menteri Keuangan menyampaikan rencana stimulus perekonomian Indonesia. Total dana stimulus fiskal diperkirakan mencapai Rp71,3 triliun yang terdiri dari (1) penghematan pajak sebesar Rp43 triliun, (2) subsidi pajak dan bea masuk Rp13,3 triliun, (3) subsidi energi Rp4,2 triliun, (4) PNPM sebesar Rp0,6 triliun, (5) tambahan belanja infrastruktur sebesar Rp7,7 triliun, dan (6) KUR dan BLK sebesar Rp2,5 triliun.

Rencana stimulus mendapat tanggapan yang beraneka ragam dari masyarakat dan berbagai tanggapan muncul dan mengemuka terutama karena belum ada pemahaman yang sama atas stimulus ekonomi. Sebagian anggota masyarakat beranggapan bahwa yang dimaksud dengan stimulus adalah tambahan pengeluaran, dan sebagian lagi menafsirkannya sebagai peningkatan daya beli, yang berarti, tidak hanya terbatas pada penambahan pengeluaran. Perbedaan pendapat tersebut tidak dapat dibiarkan semakin meruncing. Oleh karenanya pemerintah dan DPR pada tingkat pertama perlu menyamakan pemahaman atas pengertian stimulus ekonomi tersebut. Hanya dengan cara seperti itu pembahasan yang menjurus pada pembentukan persetujuan berjalan mulus sehingga tujuan yang diinginkan darinya dapat tercapai dengan baik.

Defisit APBN

Untuk menghadapi dampak krisis ekonomi global masing-masing negara di dunia berusaha menciptakan dan atau memberi stimulus pada ekonominya agar jangan sampai menciut ke besaran yang tidak diinginkan. Amerika Serikat (AS) yang dalam beberapa tahun belakangan terus mengalami defisit APBN diatas 2% dari PDB nya terpaksa memperbesar defisitnya. Peningkatan defisit tersebut terkait dengan peningkatan pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi, dan untuk menutupi defisit tersebut AS akan memperbesar utangnya walaupun dewasa ini utang pemerintah AS telah sangat besar.

Realisasi APBN 2008 ternyata berbeda secara signifikan dari APBN-P 2008 yang telah disetujui oleh DPR. Defisit yang semula diperkirakan akan mencapai 2,1 persen dari PDB atau sekitar Rp94,5 triliun realisasinya jauh lebih rendah yaitu hanya sekitar 0,1persen dari PDB atau hanya sekitar Rp4,2 triliun. Selanjutnya dalam UU APBN 2009 defisit APBN diperkirakan sebesar 1 persen dari PDB atau sekitar Rp51,3 triliun. Tetapi setelah memperkirakan dampak dari krisis ekonomi dunia terhadap Indonesia, pemerintah beranggapan perlu melakukan berbagai penyesuaian. Penyesuaian diperlukan karena besaran-besaran pos penerimaan dan pengeluaran mengalami perubahan. Untuk dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan justru lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya pemerintah merencanakan memperbesar defisit APBN 2009 menjadi 2,5 persen dari PDB atau mencapai Rp129,5 triliun, atau meningkat sebesar Rp78,1 triliun. Berbarengan dengannya pemerintah merencanakan menambah dana stimulus sebesar Rp15 trilun diatas stimulus sebesar Rp56,3 triliun yang telah disepakati bersama DPR sebelumnya (UU APBN 2009).

Salah satu pos pengeluaran yang akan meningkat adalah belanja untuk infrastruktur yang ditambah sebesar Rp7,7 triliun. Usulan pemerintah untuk menambah belanja infrastuktur ekonomi adalah usulan yang baik yang perlu mendapat dukungan. Sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1997 yang lalu pembangunan infrastuktur ekonomi seperti, jalan, pelabuhan, jembatan dan lainnya sangat seret. Bahkan pemeliharaan infrastuktur ekonomi tidak seperti yang seharusnya sehingga data atau hasil penelitian empiris menunjukkan bahwa kondisi jalan, jembatan dan pelabuhan di Indonesia sangat memprihatinkan.

Walaupun pembangunan dan atau perbaikan infrastuktur ekonomi pantas mendapat dukungan tidak berarti dukungan harus diberikan secara membabi buta. Dewasa ini dan dalam tahun-tahun mendatang Indonesia akan menghadapi masalah yang sangat berat yaitu tingginya tingkat pengangguran dan besarnya jumlah penduduk miskin. Mempertimbangkan hal ini tidak berlebihan bila anggota masyarakat dan wakilnya di DPR meminta kepada pelaksana berbagai proyek mempertimbangkan penciptaan lapangan kerja dan kemiskinan dalam kegiatan proyeknya. Pertimbangan akan hal tersebut semakin penting karena dampak krisis ekonomi dunia akan semakin terasa pada tahun 2009 ini.

Pertumbuhan Melambat

Baru-baru ini BPS telah mengumumkan kinerja ekonomi Indonesia tahun 2008. Secara keseluruhan PDB mencapai pertumbuhan sebesar 6,1persen yang berarti sedikit dibawah yang diperkirakan sebelumnya. Raihan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008 tersebut adalah relatif tinggi bila dibandingkan dengan Negara-negara di dunia. Namun bila diamati secara lebih rinci perasaan waswas tidak dapat disembunyikan. Pada triwulan terakhir tahun 2008 PDB secara keseluruhan mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 3,6 persen dibandingkan triwulan sebelum, dan kontraksi tersebut lebih besar dan mencapai 3,8 persen untuk PDB Tanpa Migas. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan pada triwulan terakhir tahun 2008 mengalami kontraksi sebesar 22,9 persen. Sedang Sektor Industri Pengolahan mengalami kontraksi sebesar 2,5 persen dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mengalami kontraksi sebesar 2,6 persen. Perkembangan yang memprihatinkan dari ketiga sektor ini memberi indikasi bahwa masalah penciptaan lapangan kerja dan masalah penduduk miskin tampaknya akan semakin mengemuka pada tahun 2009 yang akan datang.

Kecenderungan perkembangan yang memprihatinkan ini akan dijadikan komoditi politik bila perbaikan secara berarti tidak dapat diciptakan. Seperti dikemukakan oleh pemerintah, pada tahun 2009 yang sedang berjalan ini pengeluaran pemerintah secara total akan mengalami penurunan dibandingkan dengan yang dianggarkan sebelumnya. Selanjutnya pemerintah telah merevisi kebawah tingkat pertumbuhan ekonomi yang mungkin diraih dari 6 persen menjadi (4%-5%). Dengan pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan ini hampir dapat dipastikan bahwa tingkat pengangguran akan dapat ditekan secara berarti. Data mutakhir dari ekonomi Indonesia dapat diketahui bahwa Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang jauh diatas 5 persen agar pengangguran dapat ditekan dan jumlah orang miskin dapat dikurangi secara berarti.

Para ekonom di dunia dewasa ini sependapat menyatakan bahwa stimulus ekonomi perlu dilakukan oleh masing-masing Negara dan mereka menganjurkan agar stimulus disesuaikan dengan kondisi masing-masing Negara yang bersangkutan. Bagi Indonesia keraguan pentingnya stimulus ekonomi hampir tidak ada. Walau demikian yang perlu dijawab adalah bagaimana stimulus tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan sekaligus mengobati penyakit ekonomi Indonesia yaitu pengangguran dan kemiskinan.

Penulis adalah Ekonom senior CSIS

No comments:

Post a Comment