Tuesday, February 10, 2009

Pemasaran Produk UMKM Lemah Daya Saing

Oleh: H. Eddy Jusuf
Sumber: Pikiran Rakyat, 10 Februari 2009

KEBERADAAN Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dinilai strategis dalam menopang perekonomian nasional, kendati pelaku UMKM sendiri menghadapi berbagai persoalan yang perlu dibantu penyelesaiannya. Industri perbankan selaku industri pembiayaan terbesar di negara ini, perlu memiliki komitmen yang telah diperkaya (enriched commitment) sehingga dapat mendukung perkembangan UMKM.

Selama ini, pemasaran UMKM selalu dihadapkan pada posisi nilai tawar rendah ketika harus mengembangkan penetrasi usaha dalam konteks kompetensi global. Pada satu sisi dapat dipahami, modal yang besar dan jaringan bisnis luas merupakan "syarat abstrak" yang wajib dimiliki pelaku UMKM. Namun, hal itu tidak selamanya benar, ketika ada langkah penetrasi usaha gigih dari UMKM dalam membangun pasar jaringan sendiri.

Di Jawa Barat, jumlah UMKM 7,1 juta unit dan 1.600 unit menyalurkan produknya di sekitar 150 pasar swalayan. Produk yang paling banyak dijual, seperti makanan olahan, kerajinan, serta hasil bumi seperti beras, gula, sayur, dan buah. Sekitar 1.300 UMKM memperoleh sertifikat halal, 10.000 UMKM mendapatkan sertifikat penyuluhan, dan 300 UMKM meraih hak merek dan paten.

Perkembangan UMKM masih berada pada tataran lokal. Para pelakunya, umumnya belum memaksimalkan diri berdaya saing di pasar potensi, seperti Eropa. Padahal, produk unggulan UMKM sebenarnya cukup diminati di Eropa. Potensi ekspornya juga cukup besar. Sayangnya, produk unggulan tersebut terempas oleh persoalan pemasaran, standardisasi produk, dan kemasan yang tidak menarik sehingga produk mereka cukup sulit bersaing. Kendala lain, yakni lemahnya berinovasi dalam produk.

Sebagaimana diakui Philips Glaeser International Business Network Development Expert dari Jerman, saat sosialisasi prosedur ekspor ke Eropa pada UMKM di Graha Kadin, Jakarta. Dia mengatakan, negara-negara di Eropa sudah banyak memanfaatkan produk buatan Indonesia. Namun, sayang produk yang ada tersebut kalah daya saing hanya karena lepas dari standar. Seperti produk hiasan lampu Indonesia tidak bisa diterima karena menggunakan kabel yang tidak standar. Sementara itu, Singapura dan Thailand mengambil produk tersebut dengan kabel standar yang diterima pasar Eropa (Antara, 2008).

Dari kondisi demikian, UMKM nasional harus bersaing dengan pelaku bisnis dari seluruh penjuru dunia. Meski secara individu mereka belum terbiasa dan memang relatif tidak mampu dan tidak berdaya untuk bersaing di arena pasar yang terbuka, fair, dan transparan. Lebih jauh lagi, belum memiliki area atau domain pasar yang relatif dapat dikuasai pelaku UMKM.

Di sisi lain, penguasaan teknologi, kebiasaan berkompetisi secara internal, dan kemampuan mengubah ancaman menjadi suatu peluang juga masih bagian dari kelemahan UMKM. Persoalan akibat tuntutan pasar yang sedemikian kompleks ini tidak mungkin dapat diatasi pelaku UMKM sendiri. Padahal, harapan yang tersimpan dalam UMKM sebagai mesin penggerak roda ekonomi dan alat pemerataan pendapatan menjadi salah satu tumpuan devisa negara harus segera terwujud.

Dukungan

Berdasarkan praktik pengembangan UMKM di negara maju yang telah berhasil, ternyata dukungan komprehensif dari semua pihak sangat efektif sehingga kendala yang dihadapi UMKM dapat diminimalisasi. Dukungan tersebut dalam bentuk tersedianya jasa konsultasi dari para ahli untuk memberikan advis kepada manajemen terhadap berbagai masalah yang ditemui maupun pemberian rekomendasi kepada pihak lain seperti lembaga finansial atau perbankan.

Penyediaan infrastruktur dan suprastruktur memadai guna merangsang UMKM berkembang, seperti fasilitas transportasi, pelabuhan, bandara, komunikasi, birokrasi, dan kemudahan soal perizinan. Adanya kebijakan perpajakan dan tarif dari pemerintah yang dapat meningkatkan daya saing produk UMKM, hingga pada bantuan jasa pemasaran dari pihak ketiga agar memperkuat UMKM untuk menjual produknya.

Posisi tawar UMKM sendiri terkait dengan dua hal yakni modal dan peluang yang dimiliki. Kedua hal tersebut merupakan kunci sukses dalam peningkatan daya saing. Elemen penting lainnya yakni kompetisi internal UMKM sebelum produk yang dihasilkan ditawarkan pada publik. Di sinilah titik krusial persoalan bagi UMKM, di mana tuntutan daya saing dan pasar belum terbentuk namun persaingan sudah harus dilaksanakan.

Mengapa daya saing UMKM itu sulit dibangun melalui kompetisi? Tentunya ada beberapa yang mestinya menjadi agenda perubahan pemerintah. Pertama, masih adanya ketidakjelasan antara batas wilayah publik dan private. Kedua, belum jelasnya batasan hukum normatif sebagai landasan aktivitas pemerintah. Ketiga, proses pengaturan UMKM yang eksesif sehingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Keempat, belum menjadi prioritas program pengembangan UMKM khususnya oleh pemerintah daerah dan tidak konsisten hingga terjadi kesalahan kalkulasi dan alokasi sumber daya yang dimiliki. Kelima, sikap sempit pemerintah ketika mengambil keputusan soal UMKM dan tidak transparan.

Sementara resistensi UMKM lebih disebabkan tiga hal. Pertama, umumnya UMKM memproduksi barang yang memiliki income elasiticity of demand yang relatif rendah sehingga rentan terhadap perubahan pendapatan. Kedua, kapasitas skala pembiayaan produksinya dipenuhi dari kemampuan kalangan sendiri, relatif sedikit dibiayai banking financing. Ketiga, UMKM belum terbiasa dengan diversifikasi produk beragam dan cenderung tidak sensitif dengan teknologi namun memilih fleksibel untuk berganti usaha termasuk hal keluar-masuk pasar.

Di samping itu, kemitraan usaha besar dan UMKM wajib dioptimalkan pemerintah. Tidak semata format kemitraannya saja, namun harus disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan budaya perusahaan yang akan dimitrakan. Contohnya, kemitraan UMKM yang berorientasi ekspor dengan BUMN untuk ikut serta dalam mempromosikan produk-produk UMKM.

Selain itu, pemerintah daerah maupun pusat berkewajiban memberikan ruang promo gratis space yang ada di bandara, terminal bus, dan sarana umum lainnya agar dapat dioptimalkan sebagai tempat display atau galeri produk-produk UMKM. Selain lokasi khusus yang di dalamnya terdapat produk-produk UMKM dengan segala kekhasannya yang layak dikunjungi wisata global. ***

Penulis, Guru Besar Kopertis Wilayah IV Jabar-Banten, Pembantu Rektor I Universitas Pasundan (Unpas) Bandung.

No comments:

Post a Comment