Wednesday, February 4, 2009

Membenahi Manajemen Pemerintahan Daerah

Oleh: Ukay Karyadi
Sumber: Investor Daily, 4 Februari 2009

Era otonomi daerah (otda) yang digulirkan sejak tahun 1999 hingga saat ini belum memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan daerah. Satu-satunya prestasi mencolok adalah lahirnya daerah-daerah baru hasil pemekaran. Di sini, titik krusialnya terletak pada perencanaan pembangunan daerah yang amburadul. Sejak diberlakukannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian disempurnakan dengan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah terbentuk 206 daerah otonom baru. Namun demikian, proses pemekaran daerah tersebut terkesan lebih didorong aspek politik ketimbang perhitungan matang yang didasarkan aspek ekonomi. Akibatnya, alih-alih membawa kemajuan bagi daerah, pemekaran wilayah hanya menambah beban anggaran negara.

Di sisi lain, pemerintah daerah hasil pemekaran dihadapkan pada persoalan ketersediaan sumber daya yang kurang memadai, sementara tuntutan terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal kian meningkat. Pada posisi ini, sesungguhnya diperlukan sistem perencanaan pembangunan daerah yang dapat memberikan langkah-langkah kebijakan dengan melihat kekuatan dan kelemahan daerah, peluang, maupun kendala yang dihadapi.

Dengan adanya perencanaan pembangunan daerah, para penyelangara pemerintahan local sendiri dapat memperoleh gambaran obyektif mengenai perkembangan yang terjadi serta tawaran langkah-langkah yang lebih pasti untuk mengakselerasi pencapaian kemajuan ekonomi. Bagaimanapun perencanaan merupakan bagian dari fungsi manajemen pememrintahan daerah.

Priotitas Sektor Publik

Persoalannya, manajemen sektor publik, baik di tingkat pusat maupun di level daerah belum dapat dikatakan baik, kalau tidak mau dikatakan amburadul. Dengan demikian, pembenahan dalam manajemen sektor publik adalah sangat urgen dan harus mendapat prioritas utama.Hal inilah yang dulu disadari Presiden Amerika Serikat Bill Clinton. Karena itu, pada awal pemerintahannya. Clinton berinisiatif menggulirkan program “menciptakan kembali pemerintahan.” Suatu inisiatif yang mendorong diterbitkannya National Performance Review (NPR). Dokumen ini menekankan pentingnya pengukuran fokus pelanggan (publik) dan kinerja bagi lembaga pemerintahan. Dalam bagian utamanya, Empowering Employees to Get Results, dokumen ini memberikan beberapa rekomendasi bagi penetapan ukuran kinerja bagi pemerintahan.

Bila kita mengadopsi rekomendasi tersebut untuk pembenahan manajemen pemerintahan daerah, maka ada tiga langkah yang harus ditempuh. Pertama, semua lembaga yang merupakan unit kerja di pemerintahan daerah harus mulai mengembangkan dan menggunakan tujuan yang terukur dan melaporkan hasilnya.

Kedua, mengklarifikasi tujuan dan berbagai program pemerintah daerah. Ketiga, kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) bersama dengan kepala lembaga-lembaga unit kerja di pemerintahan daerah harus mengembangkan peraturan kinerja tertulis.Meski upaya perbaikan manajemen pemerintahan sangat urgen, tapi hal utama yang harus dilakukan oleh para pengambil kebijakan di daerah adalah memastikan bahwa kebijakan yang diambil adalah good policy. Setidaknya ada tiga faktor yang harus dipenuhi agar sebuah kebijakan dikatakan baik, yaitu pertama kebijakan harus terkait dengan tujuan pembangunan, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat, kedua, kebijakan harus actionable, dan ketiga, kebijakan harus terkait dengan alokasi sumber daya jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

Road Map Startegi

Lebih dari semua itu, hal utama yang harus dilakukan para kepala daerah adalah memastikan bahwa kepala lembaga-lembaga unit kerja di pemerintahan daerah mampu membuat road map (peta jalan) pada lembaga yang dipimpinnya. Road map bisa dikatakan sebagai formulasi dan implementasi strategi (kebijakan).

Menurut Freedman dan Tregoe (2004), ada lima tahap yang harus dilakukan dalam menyusun formulasi dan implementasi strategi. Pertama, menganalisis berbagai informasi strategis, di mana pimpinan lembaga unit kerja di pemerintahan daerah bersama tim menganalisis kondisi (eksternal) saat ini dan kecenderungan di masa datang.

Kedua, formulasi strategi. Berdasarkan hasil dari tahap pertama, kepala lembaga-lembaga unit kerja di pemerintahan daerah dan tim menganalisis beberapa masa depan alternatif. Kemudian menyeleksi dan menciptakan visi strategis sehingga mampu menghasilkan formulasi strategi. Ketiga, perencanaan proyek induk strategis. Berdasarkan visi strategis tadi, sejumlah proyek penting muncul.

Keempat, implementasi strategi. Berbekal rencana yang disusun dengan baik, implementasi pun dimulai. Secara keseluruhan, kemajuan setiap proyek dievaluasi dengan sistematis, dan modifikasi dilakukan di mana yang perlu. Kelima, pemantauan (monitoring), evaluasi, dan pembaharuan strategi. Tahap ini dilakukan untuk menjamin keberhasilan secara terus menerus. Hal ini mencakup evaluasi terhadap indikator internal maupun eksternal.Dengan demikian, kepala lembaga-lembaga unit kerja di pemerintahan daerah, selain harus menguasai persoalan yang menjadi tanggung jawabnya dan dituntut menemukan solusi dari persoalan tersebut, juga disyaratkan memiliki kemampuan manajerial yang baik.

Penulis adalah pengamat ekonomi dan kebijakan publik

No comments:

Post a Comment