Wednesday, February 18, 2009

Akselerasi Infrastruktur

Oleh: Prof Mudrajad Kuncoro PhD
Sumber: Seputar Indonesia, 18 Februari 2009

BAGAIMANA kondisi infrastruktur Indonesia? Hasil survei terbaru World Economic Forum yang berjudul Global Competitiveness Report 2008-2009 menunjukkan, kondisi infrastruktur di Indonesia menempati peringkat ke-86 dari 143 negara.

Pada tahun sebelumnya, peringkat Indonesia hanya nomor 91 dari 131 negara.Kendati agak membaik, Indonesia masih merupakan negara yang paling lemah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara dalam hal ketersediaan infrastruktur. Infrastruktur penting dibangun lantaran kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari kebutuhan infrastruktur yang memadai.

Infrastruktur adalah fasilitas fisik beserta layanannya yang diadakan untuk mendukung bekerjanya sistem sosial-ekonomi, agar menjadi lebih berfungsi bagi usaha memenuhi kebutuhan dasar dan memecahkan berbagai masalah.

Dari dimensi ekonomi, infrastruktur mencakup infrastruktur transportasi (jalan, rel, pelabuhan, bandara); infrastruktur ekonomi (bank, pasar, mal, pertokoan); infrastruktur pertanian (irigasi, bendungan, pintu-pintu pengambilan, dan distribusi air irigasi); serta infrastruktur sosial (bangunan ibadah, balai pertemuan, dan pelayanan masyarakat). Kemudian infrastruktur kesehatan (puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan); infrastruktur energi (pembangkit listrik, jaringan listrik); dan infrastruktur telekomunikasi (BTS, STO, jaringan telepon).

Infrastruktur yang memadai akan memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Coba saja,kalau Anda melewati jalan darat trans-Sumatra, trans- Kalimantan, trans-Sulawesi, pasti mengeluh akibat banyaknya jalan rusak dengan lubang menganga di sana-sini. Rakyat pedesaan dan daerah tertinggal harus menempuh waktu berjam-jam untuk pergi ke pasar, sekolah, atau pusat-pusat hiburan yang umumnya berlokasi di kota, ibu kota provinsi/kabupaten/kota.

Kalau menggunakan jalan udara, masalah yang muncul bila ke kawasan timur Indonesia, adalah tidak setiap hari ada pesawat. Kalaupun ada, pesawat pasti harus transit di banyak kota.Bayangkan saja,perjalanan Jakarta–Jayapura memakan waktu 8–9 jam, yang jauh lebih lama daripada Jakarta–Tokyo dan Jakarta–Melbourne yang sekitar hanya 5–6 jam. Fakta di atas membuktikan akselerasi pembangunan infrastruktur merupakan hal yang amat mendesak untuk diprioritaskan.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukannya tidak menyadari hal ini.Simak saja Departemen Pekerjaan Umum yang memperoleh alokasi anggaran tinggi dibanding departemen yang menangani infrastruktur lainnya. Pada 2008,alokasi anggaran Departemen PU mencapai Rp36,1 triliun. Bahkan dengan paket stimulus fiskal, pemerintah telah menetapkan anggaran Rp10,2 triliun untuk menambah alokasi anggaran proyek infrastruktur yang telah ditetapkan dalam APBN 2009 senilai Rp102 triliun.

Dana itu disiapkan sebagai salah satu langkah untuk mengantisipasi memburuknya krisis ekonomi global. Melalui dana stimulus itu, pemerintah berharap dapat membuka lapangan kerja di tengah krisis keuangan global. Paket kebijakan infrastruktur secara eksplisit mulai dituangkan dalam Inpres No 6/2007 hingga Inpres No 5/2008. Paket ini merupakan konsolidasi dari langkah-langkah strategis yang terkoordinasi dalam mewujudkan reformasi kebijakan, regulasi, dan kelembagaan penyelenggaraan infrastruktur.

Sayangnya, sampai saat ini, implementasi paket-paket kebijakan tersebut di era SBY tidak seluruhnya tuntas sesuai tenggat dan outputyang digariskan. Tidak selesainya semua program dalam paket kebijakan tersebut disebabkan beberapa faktor. Pertama,target kuantitatif yang tidak realistis. Target pembangunan yang jauh lebih tinggi dari kemampuan pasokan, merupakan target yang tidak realistis.

Terlebih ketika pembebasan tanah yang selama ini merupakan kendala utama dalam pembangunan jalan, khususnya jalan tol, tersendat-sendat dan menemui banyak masalah di lapangan. Kedua, persiapan teknis kurang dilakukan secara menyeluruh. Target yang optimistis dalam pembangunan jalan tol, tidak seimbang dengan upaya untuk menyiapkan berbagai prasyarat yang diperlukan.

Seharusnya dalam penawaran sebuah proyek, kesiapan administrasi dan persyaratan teknis harus segera dilakukan. Kenyataannya, belum ada satu pun proyek jalan tol yang memiliki dokumen spesifikasi proyek (Project Specific PPP Package). Ketiga, sering terhambatnya masalah pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur. Berkenaan dengan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan penting, di antaranya Perpres No 36/2005.

Kenyataannya, proses pembangunan infrastruktur ini berhadapan dengan ketersediaan tanah yang semakin terbatas dan pasar tanah yang belum terbangun dengan baik. Hal ini mendorong kenaikan harga tanah secara tidak terkendali, terutama di daerah perkotaan. Meskipun pembangunan infrastruktur terkait erat kepentingan masyarakat banyak, seperti pembukaan jalan baru, tidak membuat masyarakat dengan rela menyerahkan sebagian tanahnya untuk dialihkan menjadi sarana umum.

Bagaimana mempercepat penyediaan infrastruktur di Indonesia? Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Peningkatan Manajemen Pembangunan Infrastruktur mengenai penyiapan petunjuk operasional kerja sama pemerintah dan swasta dengan Peraturan Presiden No 67/2005. Kerja sama pemerintah dengan swasta sering kali disebut dengan kemitraan pemerintah dan swasta atau Public Private Partnership( PPP). Di Indonesia, sebenarnya konsep PPP ini dipilih sebagai alternatif oleh pemerintah sejak pembangunan infrastruktur mulai agak tersendat karena terjadinya krisis moneter.

Baru pada 2005, pemerintah mulai serius untuk menerapkan konsep PPP. Diawali dengan diselenggarakannya Indonesia Infrastructure Summit I pada pertengahan Januari 2005. Saat itu, ada sebanyak 91 proyek yang ditawarkan pemerintah kepada investor swasta untuk menjadi proyek kerja sama pemerintah-swasta. Sementara pada Indonesia Infrastructure Summit II (Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition 2006), pemerintah menawarkan 111 proyek (termasuk 10 model proyek yang diunggulkan).

Secara garis besar, terdapat tiga hal yang harus segera diselesaikan pemerintah. Pertama, membentuk kelembagaan baru yang mendukung pelaksanaan PPP. Memang pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang diketuai menteri koordinator bidang perekonomian pada Mei 2005. Namun, implementasi percepatan infrastruktur terbukti masih belum optimal.

Kedua, melakukan harmonisasi, reformasi, dan revisi terhadap berbagai aturan pusat dan daerah yang saling bertentangan dan menghambat investasi dalam bidang infrastruktur. Ketiga, pembangunan infrastruktur perlu memasukkan dimensi spasial: infrastruktur nasional, regional, perkotaan, dan perdesaan. Dalam hal ini, pendekatan pengembangan wilayah dinilai mampu memenuhi berbagai tuntutan kompabilitas tersebut.

Pembangunan infrastruktur berbasis ruang perlu diprioritaskan untuk kawasan perbatasan, daerah terisolir, daerah konflik, daerah bencana dan rawan bencana. Oleh karena itu, strategi percepatan infrastruktur perlu diintegrasikan dengan percepatan pembangunan daerah tertinggal.(*)

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ekonomika & Bisnis UGM

No comments:

Post a Comment