Tuesday, March 31, 2009

Kerja sama internasional, solusi krisis finansial

Oleh: Alistair Darling
Sumber: Bisnis Indonesia, 31 Maret 2009

aat ini, dunia menghadapi kondisi ekonomi yang terburuk dalam beberapa generasi. Oleh karena itu, komunitas internasional harus bersatu mengatasi kemerosotan guna menentukan jalan menuju masa depan yang berkelanjutan.

Untuk itu, kita harus melakukan tiga hal. Pertama, meningkatkan keinginan dan membantu menciptakan lapangan kerja.

Kedua, mendapatkan kembali pinjaman bank dan memperbaiki regulasi mereka. Ketiga, menegaskan kembali komitmen untuk mempertahankan perdagangan bebas dan melindungi lingkungan hidup.

Hanya dengan kerja sama seperti itu kita dapat menjawab tantangan ini. Oleh karena itu, pertemuan para pemimpin G-20 dan menteri keuangan dalam forum London Summit pada April 2009 menjadi sangat penting.

Anggota G-20 akan mewakili lebih dari 80% ekonomi global. Tidak ada masalah yang terlalu besar atau terlalu sulit yang tidak dapat ditangani bersama.

Berbagai usaha bersama untuk mendukung ekonomi akan memberikan dampak lebih luas dan membantu negara anggota keluar dari kemerosotan global lebih cepat dan lebih kuat.

Negara G-20 juga harus siap mempergunakan banyaknya kesempatan yang dihasilkan oleh perbaikan ekonomi. Meski situasi sedang sulit, banyak pihak masih mengharapkan ekonomi global menjadi berlipat ganda dalam 20 tahun mendatang.

Tidak ada solusi yang bisa dicapai dalam waktu semalam. Namun, kita akan melalui krisis ini dan membangun sebuah dunia yang lebih hijau, lebih adil, dan lebih makmur.

Bagaimanapun kita berhadapan dengan sebuah masalah yang terus-menerus berputar, membuat hidup rakyat setiap negara menjadi semakin sulit. Sejak November 2008, kita menyaksikan sebuah kejatuhan dalam perdagangan dunia, yang tidak pernah terlihat sebelumnya. Juga terjadi resesi global yang lebih dalam dan lebih meluas yang berdampak terhadap semua negara, lebih dari yang diperkirakan sebelumnya.

Resesi global

Pada kuartal terakhir 2008, untuk pertama kalinya sejak 1945, ekonomi dunia menyusut. Bukan hanya Amerika Serikat, Inggris, dan Italia yang mengalami resesi, melainkan juga Jerman dan Jepang mengalami hal serupa.

Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2009 negatif. Ini merupakan kontraksi global tahunan pertama selama 60 tahun terakhir ini.

Namun, berbagai kesulitan tersebut tidak dapat mengalihkan perhatian dari tujuan kita selama krisis finansial global ini. Kerja sama internasional dalam setiap bidang sangat diperlukan guna meningkatkan perekonomian.

Di Eropa, Inggris sudah bekerja sama mengenai stimulus fiskal yang terkoordinasi, mempromosikan perdagangan bebas, dan pertahanan melawan proteksionisme. Namun, kerja sama itu tidak dapat dibatasi hanya di Eropa.

Ada sedikitnya tiga prioritas dalam kerja sama tersebut. Pertama, di bidang ekonomi dan lapangan kerja. Harus ada peningkatan permintaan lewat serangkaian tindakan, yaitu menurunkan suku bunga, mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal, dan penurunan kredit.

Secara substansial kita harus meningkatkan sumber daya IMF, sehingga bisa membantu menghindari penyebaran krisis dari perusahaan ke negara. Seiring dengan hal itu, kita harus mereformasi IMF dan Bank Dunia, sehingga kedua lembaga ini dapat lebih diandalkan.

Kedua, mengembalikan pinjaman bank guna membantu masyarakat dan bisnis. Para menteri keuangan G-20 sepakat mempertimbangkan serangkaian pilihan yang ada, termasuk bantuan likuiditas, rekapitalisasi, dan berurusan dengan aset-aset lemah.

Kita juga harus mereformasi peraturan finansial yang dibutuhkan, baik secara nasional maupun internasional. Segala tipe risiko bagi konsumen, pasar, dan ekonomi harus dipulihkan, termasuk penggabungan makro ekonomi dan kesalahan finansial, membuka tempat yang aman bagi pajak, dan mempromosikan transparansi.

Penanganan risiko melalui kapabilitas peringatan awal dan pemantauan harus dilakukan lebih baik. Kita harus memperkenalkan daya, sehingga bank-bank dapat membangun kekuatan pada tahun-tahun mendatang dan menghentikan mereka untuk bergerak di luar batas kemampuan. Ketika kemerosotan ekonomi melanda dunia, bank-bank dapat terus memberi pinjaman.

Perdagangan bebas

Ketiga, harus menegaskan kembali komitmen perdagangan bebas. Sebagai contoh, di Eropa, unifikasi ekonomi selama beberapa dekade telah memberikan kemakmuran yang lebih besar.

Di seluruh dunia, membuka diri terhadap perdagangan bebas telah memudahkan jutaan orang terhindar dari kemiskinan. Pada masa mendatang, perdagangan akan terus menjadi kendaraan untuk kemakmuran.

Untuk mempertahankan perdagangan bebas, kita juga membutuhkan lingkungan yang berkesinambungan pada masa depan. Penciptaan sebuah ekonomi karbon rendah tidak harus datang dari akibat penempatan tenaga kerja atau pertumbuhan.

Setiap langkah tersebut, jika dikombinasikan, dapat berarti sangat besar. London Summit akan menjadi sebuah langkah yang sangat penting dan jalan menuju pemulihan global.

Kita seharusnya tidak mengharapkan dampaknya dalam semalam, tetapi dapat mulai membangun sebuah konsensus dengan mengakui bahwa ketertarikan kita yang sama seharusnya tidak bertentangan dengan ketertarikan negara sendiri. Dalam kenyataannya satu ketertarikan bisa melengkapi lainnya.

Pada masa lalu, ketika berbicara mengenai ekonomi global, yang dimaksudkan adalah Barat dan Jepang. Sekarang hal itu sudah berlalu. Pelajaran dari krisis ekonomi ini adalah ketika ekonomi negara maju dapat memimpin, kita harus bekerja sama dalam kemitraan dengan negara maju dan berkembang.

Krisis besar seperti ini sering kali dapat menyatukan seluruh negara. Kita harus mempergunakan momen ini dan segera bertindak bersama guna menghadapi krisis finansial seiring dengan pembangunan menuju pemulihan yang kuat dan berkelanjutan.

*) Tulisan ini dikirim khusus untuk Bisnis Indonesia

Penulis adalah Menteri Keuangan Inggris

No comments:

Post a Comment