Monday, March 16, 2009

Stimulus fiskal via PPh Pasal 21

Upaya mendorong konsumsi pekerja terbatas di sektor tertentu

Oleh: Liberti Pandiangan
Sumber: Bisnis Indonesia, 16 Maret 2009

Melalui stimulus fiskal, kini terdapat tambahan uang riil di tangan pekerja setiap bulan. Jumlah seluruhnya selama tahun 2009 ini diperkirakan mencapai Rp6,5 triliun.

Pemberian stimulus fiskal pada hakikatnya menyangkut dua sisi dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Pertama, sisi penerimaan. Caranya dengan mengurangi penerimaan yang diperoleh dari masyarakat seperti pajak. Kedua, sisi pengeluaran, yakni menyangkut belanja pemerintah (expenditure). Kedua sisi anggaran ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan barang dan jasa di pasar, terlebih lagi menciptakan lapangan kerja.

Baru-baru ini, pemerintah memberikan stimulus fiskal bagi pekerja yang tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2009. Ketentuan itu menyatakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima pekerja pada kategori usaha tertentu, yang semula dibayar pekerja, menjadi pajak yang ditanggung pemerintah (DTP).

Kebijakan PPh Pasal 21 DTP ini merupakan salah satu di antara beberapa jenis stimulus fiskal yang diberikan pemerintah. Tujuannya, untuk mengurangi dampak krisis keuangan global yang dapat berakibat kepada penurunan kegiatan perekonomian nasional sekaligus untuk meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya pekerja.

Pasar telah menyambut hangat adanya stimulus fiskal ini. Dengan kebijakan baru itu, uang yang beredar di masyarakat diharapkan menjadi lebih banyak.

Masalahnya, apakah semua pekerja di sektor tertentu tersebut sudah mengetahui kebijakan ini? Atau jangan-jangan para pengusaha bahkan belum tahu, terutama yang berada di daerah. Bila demikian halnya, bisa jadi makna dan tujuan stimulus fiskal tidak tercapai.

Ketentuan PPh Pasal 21 ini merupakan kewajiban pajak pekerja yang harus dipotong oleh pemberi kerja sehubungan dengan penghasilan yang diperoleh.

Namun, tidak semua pekerja terkena pajak. Hal ini terkait dengan adanya syarat materiel, yaitu hanya mereka yang berpenghasilan telah melebihi batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang wajib membayar pajak.

Mulai 1 Januari 2009, besaran PTKP telah meningkat. PTKP bagi pekerja tetap dengan status bujangan ditentukan sebesar Rp15,84 juta setahun. Bila telah kawin ataupun jika telah ada tanggungan, ada tambahan sebesar Rp1,32 juta untuk setiap orang dalam penentuan PTKP. Sementara itu, bagi pekerja harian, besaran PTKP adalah Rp150 ribu sehari.

Dalam stimulus fiskal, pemerintah memberikan batasan PPh Pasal 21 yang memperoleh fasilitas DTP, yaitu penghasilan bruto di atas PTKP, tetapi jumlahnya tidak lebih dari Rp5 juta dalam 1 bulan.

Jumlah penghasilan dimaksud tidak hanya dari gaji atau upah saja, tetapi dihitung atas semua penghasilan yang diterima dari pemberi kerja selama sebulan.

Sebagai contoh, bila seorang pekerja telah menikah dengan dua orang anak memperoleh gaji Rp4,5 juta sebulan dan membayar iuran pensiun Rp25.000. Sebelumnya, penghasilan bersih pekerja yang siap dibelanjakan (take home pay) menjadi Rp4,345 juta karena potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp130.000. Namun dengan adanya stimulus fiskal, take home pay menjadi Rp4,475 juta atau naik sekitar 3%.

Sementara itu, dalam 1 bulan penghasilan seluruhnya, termasuk jika ada tambahan bonus misalnya, melebihi Rp5 juta maka PPh Pasal 21 tidak lagi mendapatkan fasilitas DTP. Penghasilan tersebut harus dipotong pemberi kerja dan tetap disetor ke kas negara.

Besaran PPh Pasal 21 dengan DTP tersebut wajib dibayar pemberi kerja langsung secara tunai kepada pekerja, pada contoh di atas adalah sebesar Rp130.000. Kemudian pemberi kerja memberikan bukti pemotongan pajak karena PPh Pasal 21 DTP ini dapat menjadi kredit pajak bagi pekerja dalam penghitungan PPh tahun pajak 2009.

Guna transparansi pemberian stimulus fiskal yang berlaku mulai masa pajak Februari-November 2009, pemberi kerja wajib menyampaikan realisasi pembayaran PPh Pasal 21 DTP kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempatnya terdaftar. Dalam surat setoran pajak (SSP) kemudian yang dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 21 wajib dibubuhi cap atau tulisan "PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 43/PMK.03/2009".

Perlu diketahui, tidak semua pekerja memperoleh stimulus fiskal, tetapi hanya mereka yang bekerja di tiga kategori usaha tertentu. Pertama, kategori usaha pertanian, termasuk perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perburuan dengan jumlah subsektor sekitar 73 unit usaha. Kedua, usaha perikanan dengan jumlah 19 subsektor. Ketiga adalah usaha industri pengolahan dengan 372 unit subsektor.

Dorong konsumsi

Stimulus fiskal ini tentu menjadi kabar gembira bagi pekerja di Indonesia karena menambah deretan keringanan pajak yang diberikan pemerintah bagi pekerja sejak 1 Januari 2009.

Sebagaimana ditetapkan dalam UU No.36/2008 tentang PPh dan aturan pelaksanaannya, setidaknya terdapat empat unsur yang telah mengurangi besaran pajak yang harus dibayar pekerja.

Pertama, adanya kenaikan biaya jabatan 463% dari semula Rp108.000 jadi Rp500.000 sebulan. Kedua, kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) 20% dari semula Rp13,2 juta menjadi Rp15,84 juta setahun. Ketiga, kenaikan lapisan penghasilan kena pajak yang ada sampai 100%. Dan keempat, penurunan tarif di hampir semua lapisan penghasilan kena pajak termasuk penurunan beberapa tarif di antaranya hingga 57%.

Melalui stimulus fiskal, kini terdapat tambahan uang riil di tangan pekerja setiap bulan. Jumlah seluruhnya selama tahun 2009 ini diperkirakan mencapai Rp6,5 triliun.

Secara ekonomi, uang yang semula masuk ke negara melalui PPh Pasal 21 yang dibayar kini terutama beralih ke konsumsi. Bagi pekerja, kondisi saat ini cenderung memaksa dominasi kebutuhan konsumsi dibandingkan dengan uang yang ditabung.

Dengan demikian, sebanyak Rp6,5 triliun diperkirakan masuk ke pasar untuk pembelian barang dan jasa. Dorongan terhadap konsumsi tersebut diharapkan akan diimbangi dengan produksi dengan jumlah yang minimal sama atau bahkan mungkin lebih besar.

Kondisi ini juga memicu mekanisme ekonomi yaitu multiplier effect dari Rp6,5 triliun tersebut selama 10 bulan ke depan yang diperkirakan bisa mencapai 15% sehingga pada akhirnya konsumsi akan terdorong jadi sekitar Rp7,5 triliun.

Bila tujuan ini tercapai, kebijakan tersebut akan dapat menahan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada saat kondisi sulit dialami para pengusaha saat ini. Stimulus fiskal via PPh Pasal 21 ini bisa menjadi salah satu resep dan kontribusi pajak bagi geliat perekonomian nasional.

Penulis adalah Kepala Subdit Kepatuhan WP dan Pemantauan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan

No comments:

Post a Comment