Monday, March 30, 2009

Peran Indonesia Mengatasi Krisis Global

Oleh: Suryo Suwignjo
Sumber: Koran Tempo, 30 Maret 2009

Pertemuan G-20 yang akan diselenggarakan di Kota London pada 2 April 2009 akan dihadiri oleh sejumlah kepala negara. Satu hal yang membanggakan, Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang akan hadir pada acara akbar tersebut. Pertemuan ini memiliki tiga tujuan penting: stabilisasi pasar keuangan, reformasi dan restrukturisasi sistem perekonomian global, serta bagaimana menyelaraskan perekonomian global dengan upaya mencari pertumbuhan yang berkesinambungan.

Anggota G-20 mewakili 85 persen produk domestik bruto (PDB) dunia, dua pertiga populasi global, serta lebih dari 80 persen kepemilikan saham di Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Anggota negara G-20 adalah Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Cina, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Korea Selatan, Meksiko, Rusia, Turki, dan Uni Eropa.

Negara-negara G-20 memiliki peluang untuk memberi contoh dan mengkoordinasikan upaya stimulus perekonomiannya di seluruh dunia. Runtuhnya perekonomian dunia yang begitu cepat menggambarkan bagaimana sistem layanan keuangan dunia--dan perekonomian global--saling terinterkoneksi.

Di seluruh dunia, nilai proyek-proyek stimulus yang sering kali dibicarakan mencapai lebih dari US$ 3 triliun. Dengan pengeluaran sebesar itu, penting untuk tidak hanya membangun atau memperbaiki infrastruktur fisik, tapi juga membangun infrastruktur digital "pintar" yang akan menciptakan lapangan kerja abad ke-21.

Di Indonesia, tim ekonomi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyiapkan stimulus fiskal sebesar Rp 71.3 triliun. Kabar baiknya, pemerintah akan segera mengucurkan stimulus bea masuk yang ditanggung pemerintah untuk komponen elektronik, otomotif, telematika, dan galangan kapal dalam waktu dekat ini. Saat ini pemerintah, melalui PT Surveyor Indonesia, sedang memverifikasi perusahaan yang mendaftarkan pengajuan untuk memperoleh paket stimulus ini. Tujuannya untuk mempermudah para pelaku industri dalam memperoleh bahan baku yang akan berdampak pada peningkatan produksi mereka.

Jerman, misalnya, sedang mempertimbangkan sebuah paket stimulus sebesar 4,2 persen dari PDB negara tersebut. Banyak negara lainnya sedang mendiskusikan tujuan stimulus untuk negara mereka masing-masing. Hal ini meliputi rencana untuk membangun jalan raya yang lebih pintar dan jalur kereta api yang dilengkapi sistem terinterkoneksi untuk menilai pola lalu lintas, mengusulkan jalur alternatif untuk mengurangi kemacetan dan polusi, serta, di jangka panjang, mengurangi biaya.

Selain itu, terdapat kesepakatan bahwa negara-negara maju harus menyediakan lebih banyak dana untuk IMF, yang akan digunakan untuk menstimulasikan pemulihan di negara-negara berkembang, tapi jumlah pastinya masih akan dibicarakan oleh pemimpin-pemimpin dunia di Konferensi Tingkat Tinggi G-20. Sementara ukuran paket perekonomian masih diperdebatkan, tampaknya terdapat konsensus bahwa sistem keuangan dunia harus diperbaiki dan dianggap stabil agar perekonomian dunia dapat pulih.

Sebuah survei yang baru-baru ini dilakukan IBM Institute of Business Value terhadap lebih dari 2.600 eksekutif keuangan, pejabat pemerintah, serta perwakilan dari dunia hukum dan akademis menemukan bahwa inovasi keuangan yang sehat harus diimbangi oleh transparansi dan stabilitas keuangan. Pada waktu yang lalu, kesuksesan bisnis perbankan sering kali dikaitkan dengan kemampuannya untuk menyimpan rahasia. Jelas bahwa diperlukan transparansi, sistem "pintar", dan kebijakan manajemen yang proaktif dalam sistem layanan keuangan dunia yang terinterkoneksi.

Keberhasilan membutuhkan sistem permodelan dan penerapan informasi yang dapat memberi peringatan jika terjadi peningkatan risiko yang berlebih di sistem keuangan dan memberi usulan untuk mengatasi masalah yang ada. Pemerintah AS mengeluarkan undang-Undang yang mengotorisasikan pengeluaran sebesar US$ 787 miliar untuk proyek-proyek stimulus, termasuk proyek-proyek berpandangan ke depan yang dirancang untuk membangun jaringan yang "lebih pintar", memperluas akses broadband ke daerah-daerah permukiman, serta membuat sebuah sistem catatan kesehatan elektronis yang dapat menghemat biaya kesehatan dan meningkatkan keselamatan pasien.

Untuk memungkinkan dan mempercepat pemulihan ekonomi, tentunya kita harus mempertahankan pasar yang terbuka. Penutupan pasar dan restriksi perdagangan hanya akan menghalangi efek positif dari inisiatif stimulus keuangan yang dicanangkan di seluruh dunia. Krisis keuangan global memberi peringatan kepada kita untuk berubah. Semakin banyak negara yang berinovasi dengan mengambil berbagai kebijakan baru untuk merespons berbagai kejadian yang terjadi selama beberapa bulan terakhir. Tapi hal ini tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu lembaga atau satu pemerintahan.

Membangun kembali kepercayaan dan beranjak ke pemulihan perekonomian membutuhkan upaya bersama yang dilandasi komitmen yang tinggi dari kalangan industri, pemerintah, dunia bisnis, dan kita sebagai individu. Pertemuan G-20 dan berbagai keputusan yang akan diambil oleh kelompok yang mewakili 85 persen perekonomian dunia ini dapat menjadi awal yang baik untuk menuju pemulihan ekonomi dunia dan tentunya kita harapkan berdampak positif bagi Indonesia.

Penulis adalah Presiden Direktur IBM Indonesia

No comments:

Post a Comment