Monday, March 16, 2009

Pertumbuhan Stagnan, Krisis Rambah Sektor Riil

Oleh: Didik J. Rachbini
Sumber: Jawa Pos, 16 Maret 2009

Pada beberapa bulan terakhir ini, dampak krisis global sudah merasuk ke segenap sendi perekonomian nasional. Hampir tidak ada negara yang tidak terkena dampak krisis, termasuk Indonesia dan Tiongkok, yang tergolong kuat perekonomiannya.

Di negeri Tirai Bambu itu, dampaknya sudah cukup meluas, terutama pada pertumbuhan ekonomi dan ekspor. Meskipun, Tiongkok tetap mampu tumbuh cukup tinggi. Tapi, tidak kurang dari 90 ribu pabrik tutup di negeri Tirai Bambu itu karena pasar ekspor di Amerika Serikat mampet. Kinerja ekspor terhambat sehingga berdampak juga terhadap pemutusan hubungan kerja.

***
Di Indonesia dampak yang serius sudah terjadi pada pasar modal sejak beberapa bulan silam. Banyak perusahaan yang masuk ke pasar modal bangkrut karena nilai sahamnya yang menjulang akhirnya menyusut sehingga menganggung sistem keuangan.

Dampak lanjutannya terlihat pada sektor keuangan yang lebih luas, yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar merosot tajam. Sebelum krisis global memuncak, nilai tukar rupiah masih bisa Rp 9.100 per dolar AS. Kini nilai tukar rupiah merosot hingga mendekati Rp 12.000 per dolar AS.

Selain itu, sudah ada perbankan yang terguncang. Itu terlihat pada Bank Century, yang memang mengalami masalah sejak lama. Tetapi, begitu krisis, bank tersebut terjerembab tidak bisa ditolong lagi. Itu merupakan tanda-tanda yang sangat jelas bahwa dampak krisis global dari pusat pertumbuhan ekonomi yang jauh sekali pun sudah terasa sangat meluas.

Tidak hanya itu, kinerja perbankan merosot tajam karena penyaluran kredit seret akibat sektor riil juga sulit berkembang, terutama yang berbasis ekspor. Perbankan ditengarai mengalami kerugian operasional yang semakin besar.

Perkembangan kredit perbankan hingga Januari 2009 mengalami kemunduran yang sangat nyata. Pertumbuhan kredit menurun hampir 20 persen. Itu sesungguhnya merupakan indikasi bahwa krisis global sudah tidak lagi terlihat dampaknya hanya pada sektor keuangan dan pasar modal, tetapi juga sudah merambat ke sektor riil.

Masalah yang terjadi di perbankan tidak hanya kredit semakin seret, tetapi juga sudah tercatat kerugian operasional yang bersifat mendasar. Menurut Bank Indonesia (BI), kerugian operasional tersebut tidak kurang dari Rp 300 miliar per Januari 2009. itu menunjukkan bahwa kinerja perbankan sudah sangat terganggu. Dampak krisis sudah merambat ke banyak sektor riil.

Investasi baru maupun pertumbuhan usaha mengalami hambatan karena pasar di luar negeri merosot. Kegiatan sektor riil melambat sehingga pertumbuhan kredit tidak berkembang. Indikasi itu sesungguhnya merupakan tengara bahwa kita perlu mengantisipasi dampak buruk krisis ekonomi global terhadap ekonomi domestik.

***

Tiga tahun lalu perbankan mengalami stagnasi pertumbuhan yang cukup parah. Pada 2006, perbankan hampir mengalami stagnasi total. Misalnya, terlihat pada pertumbuhan kredit hanya 2,4 persen pada semester pertama tahun ini. Baru pada semester berikutnya terjadi perbaikan.

Hal itu berhubungan dengan kondisi industri dan perdagangan di dalam ekonomi serta kebijakan yang diambil dengan mempertahankan suku bunga yang relatif tinggi.

Sektor riil pun tidak bergerak cukup baik. Stagnasi pertumbuhan sektor industri juga merupakan masalah yang cukup serius. Bahkan, fakta menunjukkan bahwa terjadi deindustrialisasi karena banyak subsektor industri mengalami pertumbuhan sangat rendah dan negatif (tekstil, sepatu, kayu, dll).

Fondasi ekonomi Indonesia belum terlalu kuat sejak krisis 1998, satu dasawarsa yang lalu. Pertumbuhan merambat menjadi moderat tidak lain karena masih ada peluang ekspor dan inflow investasi yang mencukupi. Tetapi, begitu krisis global mengguncang, ancaman pertumbuhan stagnan bisa terjadi. Tentunya dengan dampak ikutan, kesempatan kerja sempit dan pemutusan hubungan kerja yang meluas.

Lembaga-lembaga ekonomi dunia sudah memprediksikan bahwa ekonomi dunia mengalami stagnasi berat. Bahkan, pertumbuhannya bisa negatif sehingga pasti memengaruhi negara berkembang lainnya. Itu berarti bahwa dunia mengalami depresi, seperti depresi dunia 75 tahun lalu.

Bagi Indonesia, dampak yang hampir pasti dapat dirasakan adalah pasar ekspor yang merosot. Sudah pasti di sektor-sektor yang basis pasarnya di luar negeri akan menghadapi masalah pemutusan hubungan kerja, seperti kasus tekstil selama satu dekade terakhir ini.

Karena itu, pasar dalam negeri harus dirawat dan dikembangkan untuk mempertahankan sektor-sektor yang produktif.****

Penulis adalah ekonom dan anggota DPR

No comments:

Post a Comment