Thursday, January 29, 2009

Revisi APBN 2009 Memerlukan Kearifan

Penulis: Pande Radja Silalahi
Sumber: Jurnal Nasional, 29 Januari 2009

Dalam kondisi yang masih belum menentu, maka untuk berperan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi pemerintah Indonesia sangat membutuhkan fleksibilitas dalam kebijakan ekonomi termasuk APBN.
Dalam beberapa hari mendatang pemerintah akan mengajukan revisi APBN 2009 untuk mendapat persetujuan DPR. Usul revisi ini tentu akan mendapat reaksi dari berbagai kalangan masyarakat dan terutama dari DPR. Perkembangan yang demikian adalah perkembangan normal dalam era demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia. Dengan demikian, yang perlu dijaga adalah agar perkembangan yang terjadi tidak sampai menihilkan tujuan positif yang ingin dicapai.

Pemerintah mengajukan perubahan APBN 2009 disertai alasan-alasan tertentu dan sesuai dengan ketentuan hukum termasuk ketentuan seperti yang dipersyaratkan dalam Pasal 23 UU APBN 2009. Kecenderungan yang ada menunjukkan bahwa asumsi makro pada APBN 2009 yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi, kurs, defisit APBN dan harga minyak tidak sesuai lagi, dan tingkat kemelesetannya ternyata sangat besar dan berarti. Sebagai contoh pada APBN 2009 yang telah mendapat persetujuan DPR sebelumnya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan dapat mencapai 6 persen. Namun dengan dalamnya krisis ekonomi global yang terjadi, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen akan sangat sulit bagi Indonesia, bahkan beberapa lembaga internasional memperkirakan bahwa raihan pertumbuhan ekonomi yang mampu diiptakan oleh Indonesia akan berada di bawah 4 persen.

Sampai saat ini, tidak seorang atau tidak satu lembaga ekonomi di dunia yang dapat memperkirakan pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia termasuk ekonomi Indonesia secara meyakinkan. Dalam situasi yang tidak menentu dewasa ini berbagai macam argumen atau pendapat menyangkut proyeksi atau kinerja ekonomi suatu negara akan mudah mendapat tempat. Namun, yang menjadi pertanyaan sangat mendasar yang harus dijawab adalah: bagaimana sebaiknya sikap Indonesia berhadapan dengan situasi ekonomi global yang masih belum menentu ini.

Fleksibel dan Realistis

Tahun 2009 adalah tahun yang penuh ketidakpastian dalam bidang ekonomi di seluruh dunia. Sayangnya tahun 2009 ini kebetulan menjadi tahun politik bagi Indonesia. Sampai dengan terpilihnya Presiden baru pada kwartal terakhir 2009 sulit menghindari kebijakan (ekonomi) yang diterapkan oleh pemerintah bebas dari penilaian dari sudut pandang politik oleh kekuatan politik yang ada. Dengan demikian untuk menghindarkan Indonesia dari akibat negatif berlebihan dari krisis ekonomi global, alangkah tepat manakala postur dan APBN yang sesuai dengan kecenderungan yang ada dapat diputuskan sebelum bulan April tahun ini, atau sebelum kampanye pemilihan umum anggota legislatif mulai genjar.

Sungguh sangat disayangkan, bahwa pihak swasta tidak dapat berperan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009. Dengan demikian, untuk menghindari akibat buruk dari kontraksi ekonomi dunia, pemerintah Indonesia dituntut dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.

Dalam kondisi yang masih belum menentu, maka untuk berperan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi pemerintah Indonesia sangat membutuhkan fleksibilitas dalam kebijakan ekonomi termasuk APBN. Dengan terbukanya fleksibilitas menerapkan kebijakan ekonomi tertentu diharapkan peluang-peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik, dan kerugian yang mungkin muncul dapat diciutkan atau dieliminir dengan cepat.

Bagi DPR, membuka peluang fleksibilitas bagi pemerintah memanfaatkan APBN adalah tidak mudah dengan alasan-alasan tertentu seperti alas an, terbukanya penyesuaian dengan mengajukan APBN-P pada pertengahan tahun anggaran. Walau demikian, dengan mengedepankankan kepentingan nasional sangat diharapkan DPR bersama pemerintah dapat merumuskan bagaimana fleksibilitas yang realis dapat diterapkan dalam tahun 2009 ini.

Dampak Merosotnya Pertumbuhan

Merosotnya pertumbuhan ekonomi dari sekitar sedikit di atas 6 persen menjadi sekitar di bawah 6 persen akan berakibat luas bagi Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen hampir dapat dipastikan jumlah pengangguran akan meningkat dan jumlah penduduk miskin akan sulit diciutkan secara berarti. Dalam tahun 2009 pemberitaan mengenai PHK akan semakin mengemuka dan pemberitaan mengenai terciptanya lapangan kerja baru sebagai akibat pertumbuhan ekonomi akan seolah tertelan bumi.

Tidak seorang pun yang tidak setuju bila pemerintah melakukan kebijakan memberikan stimulasi bagi perekonomian. Namun kiranya perlu disadari berbagai tindakan stimulasi dalam putaran awalnya tidak selalu memihak langsung bagi mereka yang tergolong miskin atau yang menganggur. Pemotongan PPh misalnya pada putaran awalnya akan langsung hanya dirasakan oleh segentir masyarakat atau pengusaha yang berada pada ruang lingkup pemotongan tersebut. Namun demikian kebijakan ini akan membuka peluang bagi individu tertentu meningkatkan belanjanya atau perusahaan tertentu melakukan ekspansi kegiatan bisnisnya.

Menyimak perkembangan ekonomi dunia termasuk ekonomi Indonesia dan APBN 2009 yang belum direvisi dapat dikemukakan bahwa para pembuat kebijakan hendaknya tidak terpaku mempertahankan defisit APBN tertentu. Dalam situasi seperti sekarang memperbesar defisit APBN hingga tidak melebihi 3 persen dari GDP dapat dibenarkan sepanjang seluruh pengeluaran dikelola dengan baik dan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam menilai revisi APBN 2009 tolok ukur yang dapat dipakai adalah apakah (setiap) komponen pengeluaran tambahan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau tidak.

Penurunan harga minyak di pasar dunia yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan ini telah ditransmisi ke pasar domestik Indonesia. Penurunan harga BBM di dalam negeri yang diimplementasikan melalui keputusan pemerintah ternyata telah dijadikan komoditi politik sehingga mengundang silang pendapat diantara para pelaku politik.

Agar revisi APBN sesuai kebutuhan Indonesia dapat diwujudkan sangat diharapkan agar semua pihak menghindari tindakan yang menimbulkan perdebatan politik yang tidak perlu. Dengan kata lain, untuk menghadirkan APBN yang sesuai dengan kepentingan masyarakat Indonesia dari pemerintah, komponen masyarakat, dan masyarakat politik Indonesia dibutuhkan kearifan. Kiranya perlu dicamkan bahwa kesempatan berkembang dan terpuruk dalam dalam tahun 2009 ini terbuka lebar.

Penulis adalah Ekonom senior CSIS

No comments:

Post a Comment